A. Pengertian Memori
Setiap
manusia memiliki memori untuk menyimpan informasi yang penting bagi dirinya dan
membantu dalam berkomunikasi antarsesama. Salah satu pembeda utama manusia
normal dan tidak normal yaitu memori, karena memori merupakan bagian integral
dari eksistensi manusia. Segala sesuatu yang kita ketahui tentang dunia kita
peroleh dari pengalaman yang kita simpan dalam memori. Komunikasi dengan sesama
manusia akan terhenti karena tanggapan terhadap ujaran interlokutor ditentukan
pula oleh kemampuan memori kita untuk menerima dan menyimpan input itu
untuk jangka waktu yang pendek dan secara sementara (Dardjowidjojo, 2005:269).
Secara
singkat memori dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyimpan informasi
sehingga kelak dapat digunakan lagi di masa yang akan datang. Memori adalah kemampuan kita untuk mengkodekan,
menyimpan, mempertahankan dan kemudian mengingat informasi dan pengalaman
masa lalu dalam otak manusia. Dalam istilah yang lebih fisiologis atau neurologis, memori merupakan satu set pengkodean koneksi saraf dalam otak, yaitu penciptaan
kembali atau rekonstruksi pengalaman masa lalu oleh pelepasan sinkron neuron yang
terlibat dalam pengalaman asli (Martin, 2010: http://www.human-memory.net/).
Terdapat
dugaan bahwa pada awalnya fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk mengaktifkan
memori, sehingga komunikasi berlangsung tanpa adanya hambatan. Khususnya bahasa
lisan atau ujaran yang menjadi alat pemicu memori yang sangat fleksibel dan
memancing pendengarnya untuk mengaktifkan memorinya dengan mengingat kembali
peristiwa yang dialaminya (Arifuddin, 2010:195-196).
Berdasarkan
pengertian di atas, memori dapat menyimpan informasi melalui tiga proses, yaitu
encoding (input), storage
(penyimpanan), dan retrieval (output). Informasi yang diterima melalui
semua indera akan diubah bentuknya sedemikian rupa sehingga dapat disimpan
dalam otak. Proses pengubahan informasi menjadi simbol-simbol atau
gelombang-gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada
organisme disebut encoding. Setelah encoding selesai dilakukan, baru
dapat dilakukan penyimpanan atau retensi atau storage. Batasan di atas
menunjukkan bahwa informasi tidak hanya disimpan saja. Tapi harus dapat
dipanggil kembali, inilah yang disebut proses retrieval. Apabila
informasi yang sudah disimpan tidak dapat dipanggil kembali, terjadi proses
lupa (Irwanto dkk, 1991:142-143).
Proses
penyimpanan informasi ke dalam memori dapat digambarkan sebagai berikut.
Tokoh pertama yang berhasil membawa studi tentang memori
ke laboratorium untuk dipelajari secara objektif dan kuantitatif adalah Herman
Ebbinghaus (1850-1909) psikolog dari Jerman. Dari penelitiannya muncul adanya dua
macam memori: memori yang hidup singkat dan memori yang hidup lama, serta pengulangan
membuat memori lebih panjang. Psikolog Amerika William James (1890-an)
mengembangkan lebih lanjut dengan menajamkan perbedaan antara memori jangka pendek dengan memori jangka
panjang. Memori jangka pendek hanya berlangsung beberapa detik, sedangkan memori
jangka panjang berlangsung hingga seumur hidup
(Dardjowodjojo, 2005:270-271).
Pada awal abad ke-20 psikolog Rusia Ivan Pavlov
mengajukan teorinya yang kemudian dikenal sebagai classical conditioning,
sementaraa Edward Thorndike dari Amerika mengajukan eprant, atau
experimental, conditioning yang kemudian dikenal sebagai trial-and-error
learning. Studi yang objektif dan eksperimental ini dikembangkan lebih lanjut
di Amerika oleh John B. Watson (1924) yang dapat dianggap sebagai bapak dari aliran
behaviorisme. Dalam aliran ini seorang psikolog hanya harus melihat apa yang
kasad mata saja (the observables). Apa yang tidak dapat dilihat
tidak layak untuk diterka (Dardjowodjojo, 2005:
271).
Landasan ini mendapatkan reaksi negatif karena aliran ini
mengabaikan proses mental yang terjadi pada saat kita memperoleh suatu informasi
dan menyimpannya. Psikolog Inggris Frederic C. Bartlett (1886-1969) dapat dikatakan
sebagai salah satu pelopor yang mula-mula sekali menyatakan bahwa persepsi dan memori
tergantung tidak hanya pada lingkungan yang kasad mata tetapi juga pada struktur
mental dari orang yang mempersepsinya. Ide inilah yang kemudian
melahirkan psikologi kognitif (Dardjowodjojo, 2005:272).
B.
Dimana Memori Disimpan?
Para ahli masih berbeda pendapat menganai dimana memori
disimpan. Menurut Karl Lashley (1890-1958), seorang psikolog di Universitas Harvart
berpendapat bahwa memori tidak berada pada suatu titik atau daerah tertentu di
otak. Karena memori membutuhkan banyak bagian dari otak untuk menyimpannya (Dardjowidjo,
2005:273).
Menurut ahli bedah syaraf
Wilder Penfield, dengan penelitiannya mengoperasi otak pasien yang hanya mendapat
anastesi lokal (dan karenanya pasien ini sadar) menunjukkan bahwa lobe temporal
merupakan di mana memori disimpan. Prakteknya dengan menggunakan alat elektronik
dengan voltase yang rendah lalu ditusuk-tusukkan pada otak pada bagian lobe
temporal khususnya di daerah Hippocampus, si pasien tersebut tidak dapat mengingat
benda apa yang ditunjuk kepadanya. Hal tersebut tidak terjadi bila yang
ditusukkan pada daerah lobe lain, seperti lobe pariental atau lobe frontal.
Maka dapat disimpulkan bahwa daerah Hippocampus oleh sebagian peneliti diperkirakan
sebagai pusat penyimpanan memori (Dardjowidjo, 2005:273).
Gambar 1: Letak Hippocampus Pada Otak
Pendapat lain dari Kapurdkk
(1996) dan Cabeza dkk (1997) mengemukakan penemuannya bahwa penyimpanan memori dan
retrival memori tidak berada pada tempat yang sama. Mereka berpendapat bahwa penyimpanan
memori dilakukan oleh hemisfir kiri, khususnya di korteks pra frontal, korteks
cingulate anterior, dan girus parahippocampal. Sementara itu, retrival memori dilakukan
oleh hemisfir kanan pada tiga daerah yang sama. Pola ini kemudian dikenal dengan
nama HERA- Hemispheric Encoding/Retrival Asymmetry (Dardjowidjo,
2005:274).
C. Macam-macam
Memori
Macam-macam
memori menurut para ahli (Dardjowidjo, 2005: 274-279)
1. Menurut
Penfield dan Roberts (1959: 228-230)
Menyebutkan
ada tiga memori, yaitu memori pengalaman,
memori konseptual dan memori kata. Memori pengalaman adalah memori yang berkaitan dengan hal-hal di
masa lalu dimana ada suatu pengalaman yang bermakna maka pengalaman tersebut
semakin diingat dan disimpan. Memori
konseptual adalah memori yang digunakan untuk membangun suatu konsep
berdasarkan fakta-fakta yang masuk ke dalam ingatan manusia. Contoh memori
konseptual misalnya, ketika anak-anak diperkenalkan dengan konsep kupu-kupu dan
kemudian melihat gambar kupu-kupu, maka anak tersebut akan membangun konsep
mengenai binatang ini sehingga pada akhirnya tersimpanlah konsep kupu-kupu itu
dimemorinya. Memori kata adalah
memori yang mengaitkan konsep dengan wujud bunyi dari konsep tersebut. Contohnya
adalah apabila seseorang yang lupa nama suatu benda berarti dia gagal
memanfaatkan memori kata (Dardjowidjo, 2005: 274).
2. Menurut
Squire dan Kendel (1999)
Membagi
memori menjadi dua, yaitu memori
nondeklaratif dan deklaratif.
Memori nondeklaratif berasal
dari pengalaman tetapi terwujud dalam bentuk perubahan perilaku tetapi tidak
mengingat masa lalu. Memori
ini berisikan tentang kemahiran, hubungan dasar dan keterbiasaan. Maksudnya
adalah memori nondeklaratif ini bersifat instingtif, yaitu perilaku yang
bersifat menurut insting. Perilaku tersebut bersifat turun-temurun yang dibawa
sejak lahir (Dardjowidjo, 2005: 274).
Sementara itu, memori deklaratif adalah memori untuk peristiwa, fakta, kata, muka,
musik dan segala bentuk pengetahuan yang telah diperoleh dalam hidup. Ada
beberapa faktor yang membentuk memori deklaratif ini. Faktor-faktor yang
membentuk memori deklaratif, yaitu yang pertama
adalah unsur keseringan. Makin sering suatu peristiwa dilakukan secara
berulang-ulang, maka semakin besar kemungkinan memori peristiwa itu akan
tertanam dan selalu diingat. Hal ini sering terjadi dalam hal mempelajari suatu
pelajaran. Misalnya jika kita membaca satu bab dua atau tiga kali,
kemungkinannya adalah bahwa kita bisa memahami dan mengingat lebih baik apa
yang tertulis didalam bab itu. Hal ini juga diperkuat lagi dengan sikap kita,
makin positif sikap kita terhadap topik yang kita baca, maka makin kuat memori
itu akan tertanam (Dardjowidjo, 2005: 275).
Kedua,
faktor relevansi. Suatu peristiwa dari segi si pengalaman dirasakan relevan
akan sangat mengesankan dan akan menumbuhkan memori yang cukup lama, bahkan
bisa seumur hidup. Misalnya dalam hal cinta, seseorang akan terus mengingat
siapa orang yang pertama kali mereka cintai. Contoh yang lain dari proses
pembelajaran, orang biasanya juga akan terus mengingat siapa dosen atau guru
yang mereka sukai atau mereka benci (Dardjowidjo, 2005: 275).
Ketiga,
faktor signifikansi. Sesuatu yang signifikan umumnya akan diingat cukup
lama. Peristiwa larinya Tommy Soeharto misalnya, mungkin saja tidak relevan
dalam kehidupan si A atau si B, tetapi peristiwa itu sangat signifikan dalam
tata hukum Indonesia. Karena itu, si A atau si B akan ingat peristiwa tersebut
untuk jangka waktu yang lama (Dardjowidjo, 2005: 275).
Keempat,
faktor gladi kotor. Seorang penyanyi mau tidak mau harus melatih diri untuk
menghafal lirik lagu yang akan dinyanyikan. Gladi kotor ini membuat orang ingat
tidak hanya aransemen musiknya saja tetapi juga kata demi katanya (Dardjowidjo,
2005: 275).
Kelima,
faktor keteraturan. Wujud yang ditata secara teratur akan lebih mudah
diingat daripada yang diletakkan secara acak. Dalam perpustakaan pribadi, kita
akan mudah mencari buku yang kita perlukan jika tatanan buku itu mengikuti
suatu sistem tertentu. Misalnya berdasarkan topiknya: sosiolinguistik di rak
bagian kanan atas, psikolinguistik di bawahnya, morfologi di rak kiri dan
seterusnya (Dardjowidjo, 2005: 275).
3. Menurut
William James (1841-1910)
Membagi
memori dalam dua kelompok besar, yaitu memori
pendek dan memori panjang.
Memori pendek dibagi lagi menjadi dua sub-bagian: memori sejenak (immediate memory) dan memori kerja (working memory). Dengan demikian,
pembagian memori menurut James adalah sebagai berikut.
Sejenak
Pendek
Memori Kerja
Panjang
Sesuai
dengan namanya, memori pendek merujuk pada macam memori itu dilupakan atau
dimasukkan ke dalam memori panjang. Memori pendek yang sejenak merujuk pada
informasi itu diperoleh sehingga fokus perhatian ada pada alir pikiran yang
sedang melaju. Kapasitas memori seperti ini sangat terbatas, hanya dapat
menahan sekitar tujuh digit angka atau perihal. Ini pula sebabnya mengapa nomor
telepon diberbagai Negara maksimal tujuh angka. Memori pendek yang sejenak juga
tidak tahan lama, maksimal 30 detik (Dardjowidjo, 2005: 276).
Memori pendek sejenak dapat
diperpanjang beberapa menit dengan cara pengulangan. Pada saat kita akan
menelepon seseorang, misalnya kita mengulang nomor yang diberikan sebelum kita
memijat nomor-nomor itu. Perpanjangan seperti ini membuat memori pendek sejenak
menjadi memori kerja. Karena perbedaan yang sangat tipis ini orang sering kali
menyatukan memori pendek sejanak dan memori kerja menjadi memori pendek saja. Sedangkan memori
panjang adalah memori yang sangat lambat bila dilupakan dan kapasitasnya tidak
terbatas. Memori jangka panjang bias menyimpan beberapa informasi yang ruang
lingkupnya tidak terbatas. Contohnya dalam hal mengingat janji atau membaca
informasi yang penting, misalnya lowongan kerja. Memori jangka panjang juga
bersifat relevan (Dardjowidjo, 2005: 276).
4.
Menurut Tuvling dan
Lapage (2000)
Membagi menjadi dua kelompok besar: memori proskopik (disebut juga sebagai
memori non-episodik) dan memori palinskopik
(disebut juga memori episodik). Pada memori proskopik pengalaman pada suatu
waktu dimanfaatkan untuk menangani kasus dimasa depan. Misalnya, anak yang
jarinya terbakar karena main dengan korek api akan menghindar atau berhati-hati
dengan benda itu lagi (Dardjowidjo, 2005: 277).
Memori palinskopik atau episodik
merujuk tidak ke masa depan tetapi ke masa lalu dan bersifat individual.
Pengalaman seseorang dalam hidupnya membentuk memori bagi dia sendiri. Hal ini
perlu dibedakan lagi dengan memori semantik, memori semantik adalah memori yang
berisikan tentang pengetahuan dunia yang dimiliki misalnya tentang
perbendaharaan kata, pemahaman matematika dan segala fakta yang kita ketahui.
Memori episodik dan memori semantik adalah satu kesatuan dan bagian dari memori
deklaratif(Dardjowidjo, 2005: 277).
D. Pembentukan
dan Pemakaian Memori
Memori dibentuk dan dipakai melalui
tiga tahap:
a. Encoding
(input), pada tahap ini orang menerima masukan, baik lisan maupun tulisan,
kemudian memberikan interpretasi tentang masukan itu untuk memahaminya. Dalam
tahap ini seseorang yang menerima suatu informasi akan menginterpretasikan
kembali isi informasi tersebut namun tidak memakai kata-kata yang persis
(Dardjowidjojo, 2005: 279).Encoding terjadi pada tiap jenis memori, yaitu:
a) Encoding
dalam memori sensoris
Rangsangan informasi
dari indera-indera akan diubah dalam bentuk impuls-impuls neural dan dikirim ke
bagian tertentu di otak (Irwanto dkk, 1991:144).
b) Encoding
dalam memori jangka pendek
Mula-mula akan
berlangsung proses encoding seperti dalam memori sensoris. Akan tetapi
informasi yang telah diterima oleh otak kemudian dikenai oleh suatu proses yang
disebut control processes, yaitu suatu proses yang mengatur laju dan
mengalirnya informasi (Irwanto dkk, 1991:145).
c) Encoding
dalam memori jangka panjang
Untuk dapat masuk ke
dalam memori jangka panjang, setelah dalam memori jangka pendek informasi
tersebut diseleksi berdasarkan control processes, perlu dilakukan suatu
proses lain lagi yang disebut semantic atau imagery coding. Dalam proses
ini arti dari informasi dianalisis lebih jauh lagi (Irwanto dkk, 1991:146).
b. Storage,
tahap penyimpanan ini dimulai dengan proses menyimpan informasi pada memori
pendek. Penyimpanan informasi merupakan mekanisme penting dalam memori. Sistem
penyimpanan ini sangat mempengaruhi jenis memori yang akan diperagakan oleh
organisme. Proses storage juga terjadi di tiap jenis memori, yaitu:
a) Penyimpanan
informasi dalam memori sensoris
Memori sensoris
ternyata mempunyai kapasitas penyimpanan informasi yang amat besar, tetapi
informasi yang disimpan tersebut cepat sekali menghilang. Mekanisme semacam ini
penting sekali artinya dalam hidup manusia karena hanya dengan memori seperti
inilah kita bisa menaruh perhatian pada sejumlah kecil informasi yang
relevan/berguna untuk hidup kita (Irwanto dkk, 1991:147).
b) Penyimpanan
informasi dalam memori jangka pendek
Kapasitas dalam memori
jangka pendek sangat terbatas untuk menyimpan sejumlah informasi dalam jangka
waktu tertentu. Kita dapat mengingat informasi dengan cara menjadikan informasi
tersebut menjadi satu kesatuan informasi yang disebut chunk, yaitu
sepotong informasi yang disajikan dalam sebagai satu kesatuan arti.
Kesatuan ini membantu
kita mengatasi keterbatasan kapasitas memori jangka pendek. Strategi lain yang
sering dilakukan adalah yang biasa disebut jembatan keledai. Contoh:
ANDAL (kata ini sendiri suatu chunk jadi mudah diingat) yang berarti Analisis
Dampak Lingkungan.
Memori jangka pendek
juga dapat dibantu melalui pengulangan-pengulangan informasi yang disebut maintenance
rehearsal. Tanpa pengulangan ini, kebanyakan memori jangka pendek tidak
bertahan lebih dari 20 detik (Irwanto dkk, 1991:147-148).
c) Penyimpanan
informasi dalam memori jangka panjang
Karena proses encoding
dalam memori tipe ini melalui penyaringan berdasarkan arti dari informasi itu
bagi organisme, maka penyimpanan informasi dapat berlangsung secara permanen.
Selain itu kapasitas memori jangka panjang ternyata juga amat besar. Ini
memungkinkan penyimpanan informasi yang luar biasa banyaknya yang diperoleh
sepanjang hidup organisme. Meskipun demikian, memori masih bekerja sangat
efisien yaitu dengan jalan mereorganisasi informasi yang diterima dari memori jangka
pendek. Reorganisasi ini erat hubungannya dengan proses retrieval atau
mengingat kembali informasi yang telah disimpan (Irwanto dkk, 1991:149).
c. Output,
ada dua cara yang dipakai: rekognisi (recognition) yaitu proses
pemanggilan memori dengan meminta seseorang untuk dapat merekognisi sesuatu
yang telah diberikan kepadanya sebelumnya. Yang kedua yaitu Rekol (recall),
pada rekol orang diminta menyatakan sesuatu yang telah dia lihat atau dengar
sebelumnya (Dardjowidjojo, 2005:280).
Menurut
Clark dan Clark melalui Dardjowodjojo (2005:280),
baik pada rekognisi maupun rekol orang memanfaatkan tiga informasi eksternal.
Pertama, dengan memanfaatkan pengetahuan tentang bahasa yang dimilikinya, orang
menentukan mana yang mungkin dan mana yang tidak. Kedua, orang memanfaatkan
pula pengetahuan tentang dunia. Ketiga, orang juga memanfaatkan pengetahuan
tentang konvensi wacana. Kalau dalam suatu wacana ada terdapat dua orang, maka
kata mereka pasti merujuk pada kedua
orang itu.
E. Kasus
Bahasa Terkait Memori
Kita
sering kali melupakan sesuatu yang penting seperti buku tertinggal, tidak
mengingat janji, dan lain-lain. tanpa disengaja maupun yang disengaja. Lupa
merupakan suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat
ditemukan kembali untuk digunakan. Ada empat teori mengenai lupa ini, yaitu Decay
Theory, Interference Theory, Retrieval Failure, dan Motivated
Forgetting. Selain itu lupa juga terjadi karena sebab-sebab fisiologis.
Teori-teori ini khususnya merujuk pada memori jangka panjang (Irwanto dkk,
1991:150).
a. Decay
Theory
Teori
ini beranggapan bahwa bila kita tidak pernah mengulang apa yang telah terjadi
atau tidak mencoba mengingat suatu informasi, maka informasi tersebut
lama-kelamaan akan menghilang dalam memori. Memori menjadi semakin aus
(menyusut) dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal).
Menurut teori ini, setiap informasi yang tersimpan dalam memori akan
meninggalkan jejak (memory trace) sehingga bila tidak pernah digunakan
maka jejak-jejak tersebut akan menghilang. Namun, para ahli mengemukakan bahwa
lupa tidak semata-mata disebabkan oleh ausnya informasi (Irwanto dkk,
1991:150).
b. Interference
Theory
Menurut
teori ini, informasi sudah berada dalam memori jangka panjang dan lupa bisa
terjadi karena informasi yang satu menggangu proses mengingat informasi yang
lain. Informasi tersebut dapat mengganggu proses mengingat informasi yang sudah
ada. Misalnya, kita menerima suatu informasi yang baru katakanlah seorang teman
yang baru dikenal memberikan nomernya dan menghafalnya, lalu seorang teman lama
juga memberikan nomer barunya dan mencoba untuk menghafalnya kembali, maka kita
kesulitan mengingat apakah itu nomer teman baru atau teman lama.
Bila
informasi baru tersebut membuat kita kesulitan mengingat informasi yang sudah
ada dalam memori, maka disebut interferensi retroaktif. Sebaliknya,
informasi baru tersebut sulit diingat karena informasi yang sudah ada dalam
memori, maka hal itu disebut interferensi proaktif (Irwanto dkk,
1991:151).
c. Retrieval
Failure
Teori
ini sebenarnya sepakat dengan teori interferensi, tetapi kegagalan untuk
mengingat kembali tidak disebabkan oleh interferensi. Kegagalan untuk mengingat
kembali lebih disebabkan tidak adanya petunjuk yang memadai. Kita akan sulit
mengingat sesuatu bila petunjuk-petunjuk untuk mengingat hal tersebut tidak
sesuai atau kurang memberikan gambaran mengenai informasi yang ingin diingat
tersebut (Irwanto dkk, 1991:152).
d. Motivated
Forgetting
Menurut
teori ini, kita cenderung berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan.
Hal-hal yang menyakitkan ini akan cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan
muncul dalam kesadaran. Misalnya putus cinta, biasanya orang akan mencoba
menekankan dan melupakan memori tentang hal-hal tersebut. Kita bermotivasi
untuk tidak mencoba mengingatnya. Teori ini didasarkan atas teori psikoanalisis
yang dipelopori oleh Sigmund Freud (Irwanto dkk, 1991:152-153).
e. Lupa
karena sebab-sebab fisiologis
Menurut
teori ini setiap penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik
otak. Perubahan fisik tersebut disebut engram. Bila enggram ini
terganggu maka akan mengakibatkan lupa yang disebut amnesia. Bila yang
dilupakan adalah berbagai informasi yang telah disimpan beberapa waktu yang
lalu, yang bersangkutan dikatakan menderita amnesia retrograd. Bila yang
dilupakan adalah informasi yang baru saja diterimanya, ia dikatakan menderita amnesia
anterograd (Irwanto dkk, 1991:153).
Selain lupa,
kasus yang terkait dengan memori adalah Eidetic Memory, Photographic Memory,
atau Total Recall.
Eidetic memory
merupakan kemampuan untuk mengeluarkan informasi dengan ketepatan tinggi. Hal
ini tidak sama dengan orang-orang yang memiliki kemampuan mengingat yang baik.
Mereka yang memiliki kemampuan eidetic memory ini hanya dengan melihat
dalam waktu tertentu, dengan mudah mereka akan mengeluarkan informasi tersebut
dengan sangat tepat seperti aslinya. Namun, eidetic memory ini masih
belum dapat dipastikan kebenarannya oleh para ahli.
Seseorang
memiliki kemampuan eidetic memory ini belum diketahui dengan jelas
asal-usulnya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya penelitian mengenai eidetic
memory tersebut. Selain itu, untuk mencari orang yang memang memiliki
kemampuan ini dan bukan ingatan yang menggunakan alat ingat seperti mnemonic,
yaitu strategi untuk meningkatkan kapasitas dan peran memori, masih sangat
sulit dijumpai (http://eideticmemory.org/).